SEMERUPOST, JAKARTA – Massa Aksi dari Petani Riau dan Petani Jambi bersatu untuk berjalan kaki menuju istana negara, aksi ini didasari dari konflik agraria yang terjadi didaerah serta telah terjadi begitu lama di Riau(1996) dan Jambi(1992) yang hingga saat ini tidak terselesaikan. Petani harus berhadapan dengan industri dan mafia tanah selama ini tanpa ada perhatian dari pemerintah.
Di Kampar Bupati Ajali jhohan pada tahun 1996 telah mencadangkan tanah seluas 2.500 ha kepada masyarakat yang dimana tiap keluarga mendapat 2 ha dengan tujuan kemakmuran, namun ditengah perjalanan kepemilikan tanah tersebut berpindah tangan hingga hari ini tanah seluas 2.500 ha tersebut sekarang hanya dimiliki oleh segilintir orang saja.
Berbeda dengan yang terjadi di Indragiri Hulu, tumpang tindih kepemilikan tanah antara petani dengan industri sehingga mengakibatkan penggusuran paksa terhadap kebun-kebun masyarakat dengan skala yang besar, konflik berkepanjangan dari tahun 1997 sehingga jika hal seperti ini dibiarkan maka akan menyebabkan ribuan masyarakat akan kehilangan tanah dan sumber penghidupan.
Sedangkan yang terjadi di jambi kasus ini berawal dari Pencadangan Tanah sesuai surat Gubernur Jambi No.593.41/4062/Bappeda. Tanggal 6 Juni 1992 perihal izin prinsip pencadangan tanah dan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi Nomor : 499 Tahun 1992 tentang Pencadangan Tanah seluas ± 5.500 Ha untuk perkebunan sawit PT. Trimitra Lestari (TML) di Kabupaten Tajung Jabung Barat. Tanah yang di cadangkan tersebut pada waktu itu berstatus kawasan hutan, namun di dalamnya sudah bermukim masyarakat Dusun Delima Desa Bram Hitam Kanan ditemukan bekas perladangan. Pemukiman ini sudah ada sejak tahun 1982 an surat keterangan tentang keberadaan tempat perladangan, pemukiman warga dusun delima, disertai dengan penyebutan batas-batasnya.
Berdasarkan Kronologi dan Fakta lapangan antara PT. Wira Karya Sakti dengan Masyarakat Desa Delima dalam hal ini sudah jelas benang merahnya, mengingat kami masyarakat delima memintah kepada Kementerian Kehutanan RI untuk segera melaksanakan putusan sebelumnya terkait enclave Dusun Delima, untuk melakukan turun kelapangan untuk mengecek kondisi perhari ini.
Dengan kesadaran yang penuh petani dari Riau dan Jambi ini bersepakat melakukan aksi long march hingga ke Kementerian Kehutanan, Kementrian ATR/BPN dan istana negara, sebelum berangkat para petani ini melakukan aksi menabung 2.000 perhari selama 33 hari untuk dana perjuangan perjalanan aksi yang akan mereka lakukan. Akhirnya pada tanggal 2 Desember 2024 petani dari Riau dan Jambi ini berkumpul dan siap berangkat melakukan aksi jalan kaki, sekitar 400 petani siap long march hingga ke istana. Tidak hanya sampai disitu ujian aksi ini pun terkendala pada kebutuhan para petani dimana dalam perjalanan dana perjuangan mulai menipis, hingga membuat strategi baru dengan menggalang dana dan menyebarkan selebaran pres release perjuangan sebagai bentuk kampanye penyampaian informasi. Karena konflik ini sudah berlangsung lama dan berefek domino terhadap kehidupan masyarakat, dimana para petani ini menggantungkan hidup pada tanah dan apabila tanah mereka dirampas serta konflik ini tidak selesai maka mengancam keberlangsungan hidup petani, karena bagi petani tanah satu-satunya sumber kehidupan. Aksi Ini merupakan penegasan juga terhadap negara untuk menegakan konstitusi pasal 33 UUD 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.
Aksi tersebut akan diselanggarakan pada:
Hari/Tanggal : Kamis, 12 Desember 2024
Pukul : 09.00 WIB -Tuntas
Lokasi : Kementerian Kehutanan, Kementerian ATR/BPN, dan Istana Negara
Kami mengharapkan kehadiran rekan-rekan media untuk meliput aksi ini.