SemeruPost,Rumpin, Kabupaten Bogor — Dugaan praktik pengoplosan gas LPG bersubsidi di Kecamatan Rumpin kembali mencuat, dengan fokus perhatian mengarah pada wilayah Kampung Jabon dan Pasir Jeruk. Informasi dari warga setempat mengindikasikan adanya aktivitas terorganisir yang diduga melibatkan jaringan pelaku pengoplosan gas berskala besar.
Berdasarkan pengamatan warga yang dihimpun oleh tim di lapangan, kegiatan pengoplosan diduga berlangsung nyaris setiap hari, mulai pukul 21.00 hingga sekitar pukul 06.00 pagi. Pada jam-jam tersebut, kendaraan pengangkut—antara lain mobil carry, mobil boks, engkel, dan truk bertutup terpal—tampak keluar masuk area permukiman dengan membawa tabung LPG berbagai ukuran, termasuk 3 kg, 12 kg, hingga 50 kg.
Pergerakan kendaraan yang intens pada waktu malam hingga dini hari ini menimbulkan dugaan kuat adanya aktivitas sistematis dan berulang.
Sejumlah warga menyebut beberapa individu yang diduga memiliki peran dominan dalam rantai pengoplosan tersebut, yakni Bos Agus, Ajis, Jiun, Dian, dan Hermanto. Semuanya dikatakan mengalami peningkatan kekayaan yang mencolok dalam waktu relatif singkat.
Seorang warga Pasir Jeruk yang enggan diungkap identitasnya menyampaikan:
“Rumah mereka sudah seperti istana, dan mobilnya ganti hampir setiap bulan. Warga di sini tahu persis sumber pendapatan mereka dari mana.”
Pernyataan ini memperkuat kecurigaan publik soal adanya keuntungan besar yang diperoleh dari kegiatan pengoplosan.
Hasil penelusuran lapangan menunjukkan bahwa modus yang digunakan merupakan pola klasik dalam kejahatan penyalahgunaan gas bersubsidi. Tabung LPG 3 kilogram yang disediakan pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah disedot isinya dan dipindahkan ke tabung 12 kilogram atau 50 kilogram. Produk hasil pengoplosan kemudian dipasarkan sebagai LPG nonsubsidi dengan harga jual normal.
Praktik ini bukan hanya merugikan negara dan publik, tetapi juga menyebabkan kelangkaan gas 3 kilogram di tingkat rumah tangga.
Seruan Warga agar Aparat Tingkat Tinggi Turun Tangan
Warga juga meminta agar Kapolri, Panglima TNI, dan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi turun langsung menangani kasus ini. Mereka menilai akar persoalan tidak cukup ditangani di tingkat lokal karena dugaan keterlibatan aktor-aktor yang memiliki pengaruh lebih luas.
“Kami butuh tindakan nyata, bukan hanya penertiban kecil-kecilan. Kalau akar masalahnya tidak disentuh, praktik ini akan terus hidup,” ujar seorang warga.
Isu mengenai jaringan pengoplosan gas di Rumpin sebenarnya bukan hal baru. Beberapa laporan serupa pernah muncul sebelumnya, namun belum terlihat tindakan yang cukup kuat untuk menuntaskan persoalan hingga ke tingkat pengendali utama.
Masyarakat berharap penyelidikan kali ini benar-benar berujung pada tindakan konkret yang mampu mengembalikan distribusi gas subsidi kepada mereka yang berhak, serta memutus jaringan mafia yang selama ini memanfaatkan celah sistem.
















